Sosialisasi Empat Pilar, Nevi Zuarina Ajak Rakyat Indonesia Bangga Miliki Pancasila

  • Cetak

PARIAMAN, binews.id -- Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas dan haluan keselamatan bangsa. Karena itu, rakyat Indonesia harus bangga memiliki Pancasila yang telah disepakati sebagai ideologi yang bisa mengikat bangsa Indonesia yang demikian besar dan majemuk.

"Pancasila adalah konsensus nasional yang dapat diterima semua paham, golongan, dan kelompok masyarakat serta dasar negara yang mempersatukan bangsa," ujar Anggota Fraksi PKS DPR RI, Hj. Nevi Zuairina dalam Sosialisasi Empat Pilar, Minggu (14/11/2020) di Koperasi Wanita Sapayuang, Ulakan, Kabupaten Padang Padang Pariaman.

Dijelaskan Nevi yang merupakan Anggota DPR RI dari Dapil Sumbar 2 ini, kehidupan bangsa Indonesia akan semakin kukuh, apabila segenap komponen bangsa melaksanakan Pancasila secara konsekuen. Termasuk menjaga sendi-sendi utama lainnya, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

Baca Juga

"Perjuangan ke depan adalah tetap mempertahankan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara dan wadah pemersatu bangsa, serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang merupakan modal untuk bersatu dalam kemajemukan," ungkap Nevi Zuairina.

Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara tersebut, lanjut Nevi, patut disyukuri dengan cara menghargai kemajemukan yang hingga saat ini tetap dapat terus dipertahankan, dipelihara, dan dikembangkan. Semua agama turut memperkukuh integrasi nasional melalui ajaran-ajaran yang menekankan rasa adil, kasih sayang, persatuan, persaudaraan, hormat-menghormati, dan kebersamaan.

"Nilai-nilai luhur budaya bangsa yang dimanifestasikan melalui adat istiadat juga berperan dalam mengikat hubungan batin setiap warga bangsa. Karena, dalam sejarahnya, kesadaran kebangsaan yang mengkristal, lahir dari rasa senasib dan sepenanggungan. Akibat penjajahan, telah berhasil membentuk wawasan kebangsaan Indonesia seperti yang tertuang dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928," ujar Nevi.

Ditambahkan Nevi, sejak terjadinya krisis multidimensional tahun 1997, muncul ancaman yang serius terhadap persatuan dan kesatuan serta nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi pekerti luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan, dan sebagainya yang disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri.

"Ancaman tersebut dapat mengakibatkan bangsa Indonesia mengalami kesulitan dalam mengaktualiasikan segenap potensi yang dimilikinya untuk mencapai persatuan, mengembangkan kemandirian, keharmonisan dan kemajuan. Oleh sebab itu, diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk mengingatkan kembali warga bangsa dan mendorong revitalisasi khazanah nilai-nilai luhur bangsa sebagaimana terdapat pada empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara," tegas Nevi.

Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pendiri negara menyadari bahwa keberadaan masyarakat yang majemuk merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus diakui, diterima, dan dihormati, yang kemudian diwujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

"Namun disadari bahwa ketidakmampuan untuk mengelola kemajemukan dan ketidaksiapan sebagian masyarakat untuk menerima kemajemukan tersebut serta pengaruh berkelanjutan politik kolonial devide et impera telah mengakibatkan terjadinya berbagai gejolak yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa," jelasnya.

Pada waktu krisis ekonomi melanda negara-negara Asia, khususnya Asia Tenggara, yang paling menderita adalah Indonesia. Sistem ekonomi yang dibangun oleh pemerintah Orde Baru tidak berhasil sepenuhnya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Akibatnya, terjadi kesulitan ekonomi, kesenjangan sosial, dan meluasnya krisis kepercayaan. Pada gilirannya ketidakpuasan masyarakat memuncak berupa tuntutan reformasi total.

"Gerakan reformasi pada hakikatnya merupakan tuntutan untuk melaksanakan demokratisasi di segala bidang, menegakkan hukum dan keadilan, menegakkan hak asasi manusia, memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, melaksanakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta menata kembali peran dan kedudukan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia," ucap Nevi. (relis)

Editor: BiNews

Komentar

Berita Terbaru