Sudah 11 Tahun Gempa Sumbar, Ini Pesan BMKG

  • Cetak

PADANG, binews.id -- Hari ini 30 September 2020, tepat 11 tahun pasca bencana gempa bumi 7,6 Skala Richter (SR) di Sumbar. Pengamat kegempaan juga memprediksi potensi Mentawai Megathrust dengan kekuatan yang lebih besar. Pemerintah menekankan, alih-alih larut dalam kecemasan, penguatan mitigasi untuk mencegah dampak bencana tetap harus dikedepankan.

Terbaru di wilayah Sumbar, gempa dengan magnitudo (M) 4,6 terjadi dengan pusat di timur laut Air Bangis Pasaman Barat, Senin (28/9/2020) pukul 23.26 WIB. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui medis sosial resminya menginformasikan, pusat gempa berada di Timur Laut Air Bangis.

"Pusat gempa di darat, 17 km Timur Laut Air Bangis, Pasaman Barat. Titik gempa pada koordinat 0.25 Lintang Utara dan 99.53 Bujur Timur. Dengan kedalaman 79 kilometer. Gempa dirasakan dengan skala MMI II di Pasaman Barat, Padang Pariaman, dan Pariaman," tulis BMKG dalam rilisnya.

Baca Juga

Sementara itu dalam keterangan pers pada Senin 28 September 2020,Kepala BMKGDwikorita Karnawati menyebutkan,sebagai negara berpotensi rawan bahaya gempa dan tsunami, penelitian atau kajian gempa bumi dan tsunami di Indonesia perlu terus didorong dengan tujuan bukan untuk menimbulkan kecemasan dan kepanikan.

"Tujuannya adalah, untuk mendukung penguatan sistem mitigasi bencana, sehingga kita dapat mengurangi atau mencegah dampak dari bencana itu, baik jatuhnya korban jiwa maupun kerusakan bangunan dan lingkungan," kata Dwikorita, dilansir daribmkg.go.id.

Dwikorita mencontohkan, sejak beberapa tahun lalu beberapa peneliti telah melakukan kajian potensi kejadian tsunami di Pantai Selatan Jawa yang dapat mencapai ketinggian 20 meter akibat gempa bumi megahtrust. Metode, pendekatan, dan asumsi yang dilakukan dalam setiap penelitian berbeda, tapi dengan hasilnya kurang lebih sama.

Hasil penelitian, sambungnya lagi, diperlukan untuk menguatkan sistem mitigasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami, mengingat potensi kejadian di Indonesia tidak hanya berada di pantai selatan Jawa, tapi juga berpotensi terjadi di sepanjang pantai yang menghadap ke Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

"Sejak 2008 lalu pemerintah telah mengantisipasi potensi kejadian tsunami akibat gempa bumi megathrust seperti yang pernah terjadi di Aceh tahun 2004, dan juga seperti yang telah dimodelkan oleh beberapa peneliti. Jadi, sistem peringatan dini yang dibangun di BMKG memang disiapkan untuk memonitor dan mengantisipasi kejadian gempa bumi," katanya lagi.

Namun Dwikorita mengingatkan, penelitian yang ditindaklanjuti dengan peringatan dini belum sepenuhnya menjamin keberhasilan mencegah korban jiwa dan kerusakan akibat tsunami. Oleh karena itu, kesungguhan Pemda bersama Pemerintah Pusat untuk melakukan berbagai langkah kesiapan pencegahan bencana sangat perlu untuk ditingkatkan.

"Langkah itu tentu harus didasarkan pada edukasi masyarakat agar mampu melakukan perlindungan dan penyelamatan diri, juga merespons peringatan dini secara cepat dan tepat. Peran media juga sangat penting dan efektif dalam mensosialisasikan dan mengedukasi," sambungnya.

Selain itu, kesiapan Pemda juga sangat penting dalam menyediakan sarana dan prasarana evakuasi, peta rawan bahaya gempabumi dan tsunami, jalur dan tempat evakuasi, melaksanakan gladi evakuasi secara rutin, menerapkanbuilding codes tandar bangunan tahan gempa bumi dan tsunami, dan lain sebagainya.

"Terutama untuk bangunan publik dan bangunan vital, melaksanakan audit bangunan yang diikuti dengan upaya memperkuat konstruksi bangunan agar benar-benar tahan terhadap gempabumi dan tsunami, serta dalam menerapkan tata ruang berbasis mitigasi bencana dan menegakkan aturan secara ketat," sambungnya.

Berbagi Fokus dengan Pandemi

Sebelumnya, Kalaksa BPBD Sumbar, Erman Rahman, mengatakan, meski pun masyarakat tengah menyesuaikan diri dengan penerapan adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi Covid-19, kewaspadaan terhadap potensi bencana yang lain seperti gempa bumi dan tsunami tetap harus dijaga.

"Kita juga tengah menghadapi bencana nonalam bernama Covid-19 yang mewabah. Dalam hal ini kita juga dituntut waspada agar tak terpapar virus corona, dengan cara melaksanakan protokol kesehatan sebaik mungkin. Namun, kita harus terus mengingat, Sumbar memiliki potensi kegempaan cukup besar. Kita tidak boleh lengah. Kewaspadan terhadap bencana ini pun mesti terus kita jaga," sebut Erman seperti dilansir hantaran.co.

Tidak hanya potensi kejadian gempa, Erman juga mengimbau masyarakat untuk selalu mewaspadai potensi kejadian bencana lain seperti banjir, longsor, dan lain sebagainya. Berangkat dari kewaspadaan yang terus dipelihara, ia meyakini potensi risiko atas dampak bencana akan dapat diminimalisir.

"Pemprov Sumbar, terutama di BPBD, terus membagi fokus. Di tengah upaya penanggulangan Covid-19, kesiapsiagaan terhadap potensi bencana alam seperti gempa dan tsunami juga terus dilakukan. Masyarakat kami minta ikut membantu dengan ketaatan terhadap protokol, serta kewaspadaan terhadap segala kemungkinan kebencanaan," ucapnya menutup. (*)

hantaran/binews

Editor: BiNews

Komentar

Berita Terbaru