Putus Rantai Sebar Covid-19, dr Andani: Peran Masyarakat Sangat Penting

  • Cetak

PADANG, binews.id — Fase ledakan kasus covid-19 di Sumbar selama Agustus hingga awal September 2020 ini terjadi, positivity rate Sumbar mulai mendekati batas 5 persen WHO.

Dr dr Andani Eka Putra Kamis 3/9 malam di Diskusi Webinar IKA Unand menegaskan memutus mata rantai penyebaran covid-19 dan mengendalikan daya sebar virus korona, peran masyarakat sangat penting.

Dr.dr Andani Eka Putra Alumni Fakultas Kedokteran Unand kini menjadi key person Indonesia dalam perang lawan covid-19.

Baca Juga

Menurut Moderator Diskusi Webinar sekaligus Ketua Harian DPP IKA Unand Surya Tri Harto kalau dr Andani Eka Putra adalah tokoh kunci gerakan bersama lawan virus korona.

"Bahkan maestro pers Indonesia pak Dahlan Iskan mengapresiasi kerja cepat dan cerdas covid-19 ala pak dr Andani Eka Putra yang lima tahun terakhir melakan 30 penelitian dan menerbitkan 50 jurnal ilmiah,"ujar Surya saat menyampaikan sedikit tentang Andani Eka Putra di forum webinar Kamis malam tadi.

Andani mengatakan saat awal paparannya bahwa dia tidak siapa-siapa kalau tidak ada banyak pihak yang terlibat.

"Seperti BNPB itu perhatiannya ke laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Unand sangat luar biasa. Kebutuhan regent Sumbar hampir 85 persen dari BNPB, sehingga itu Sumbar berani targetkan 300 ribu pemeriksaan swab dengan target 4000 sampai 4000 specimen swab per hari,"ujar Andani.

Mengapa Sumbar ngotot harus banyak periksa sample swab karena kata Andani Eka Putra kasus positif Sumbar itu 90-95 persen orang tanpa gejala.

"Tracing dan testing dilakukan karena protokol kesehatan penerapannya di masyarakat tidak maksimal. Padahal 90-95 persen kasus positif dari silent spreader yang masih berintegrasi dengan banyak orang di Sumbar," ujarnya.

Lalu WHO bilang penanganan covid-19 jelek, itu jangan diartikan Indonesia tidak mampu.

"Karena saat 100 ribu kasus positif terakumulasi di Indonesia awal Agustus lalu itu menyebabkan WHO merilis anggapanya, karena, kok lama kok lama sekali. Padahal di Brazil 100 ribu poisitif itu dicapai dalam lima hari, Indonesia berbulan-bulan, jadi kaget dalam negeri dengan dunia berbeda,"ujar Andani.

Andani mengakui Sumbar tengah menuju fase puncak. Jika positvity rate lima persen maka resiko kematian mengancam lebih banyak lagi.

Kalau lebih lima persen itu Covid-19 membunuh tidak menyasar orang tua dan orang ada riwayat penyakit (cormobod) lagi. Covid-19 menyasar semua lapisan umuar,"ujarnya.

Bahkan saat positvity rate itu lebih lima persen maka mau tidak mau pengendalian penyebaran harus gencar lagi dilakukan.

"Karena saat itu, satu orang akan diinfeksi oleh banyak orang. Otomatis viral loadnya tinggi dan ini kini banyak dialami tenaga kesehatan dan dokter terpapar covid-19,"ujarnya

Kasus tempoe doeloe seperti pandemi flu spanyol kematian luar biasa terjadi, Indonesia dari kajiannya, kata Andani tidak maksimal sehingga angka kematian waktu itu tinggi.

"Nah pelajaran dari flu spanyol itu harus diperhatikan menangani covid-19 hari ini. Penanganan pandemi optimal jangan sampai kurva tinggi lancip. tapi kurva tinggi tapi puncaknya harus landai,"ujar Andani.

Terus kata Andani pada diskusi webianar yang diikuti juga oleh Fasli Djalal, fase puncak pandemi di Eropah kematian 1000-2000 perhari, AS 2000-2500 perhari.

"Indonesia kurvanya terus bergerak naik, tapi kondisi itu Indonesia harus kendaikan sehingga puncak pandemi landai,"ujar Andani.

Sumbar pasien positif covid 90-95 persen adalah orang tanpa gejala.

"Penanganan isolasinya 21 hari paling lama, orang tanpa gejala sembuh, bahkan ada lebih cepat sembuhnya yakni 7-14 dengan dua kali konversi swab negatif,"ujar Andani.

Bulan Agustus terlihat eskalasi covid-19 Sumbar meningkat, positifity rate juga meningkat dari 3-4 persen ada perubahan jumlah swab diperiksa rata-rata per hari bisa 2000.

Mengapa masyarakat punya peran penting kata Andani patuh dan jadikan kebiasaan prilaku protokol kesehatan.

"PSBB bisa jadi bagian memasifkan prilaku pakai masker dan lainnya. Tapi habis PSBB masyarakat lupa, bahkan ada abai.

Untuk mengendalikan covid-19 dengan kondisi masyarakat tak efektif tracing dan testing dan isolasi,"ujarnya.

Selain itu segera sahkan Perda Adaptasi Kebiasaan Baru yang mengakomodir sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.

"Kabar terakhir, Perda sah 11 September dan menjadi Perda tercepat pembuatannya dan Perda pertama di Indonesia. Semakin berdaya kejut jika Perda Sumbar itu jadi pedoman pemerintah nagari atau desa di Sumbar menerbitkan Peraturan Nagari tentang Covid-19. Pasti akan mengefektifkan peran masyarakat melawan covid-19, seperti memonitor orang luar masuk nagari dan mengajak masyarakat nagari berani swab,"ujar Andani. (rilis : hms/ikaunad)

Editor: BiNews

Komentar

Berita Terbaru