Meski Penyertaan Modal Negara untuk BUMN Besar, Nevi Menilai Devidennya Belum Optimal

  • Cetak

JAKARTA, binews.id — Anggota Komisi VI DPR, Hj. Nevi Zuairina menilai besarnya Penyertaan Modal Negara kepada korporasi berplat Merah sudah sangat besar, namun belum memberikan deviden secara optimal. Rasio PNBP terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan setiap tahunnya, dari 3,8 persen (2014) menjadi hanya sekitar 2,5 persen (2019). Pasca disahkan UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP, Pemerintah seharusnya dapat melakukan langkah-langkah strategis, terutama dalam perbaikan administrasi dan birokrasi, sehingga dapat mendorong pertumbuhan PNBP nasional.

"Hingga saat ini, Kata Nevi, Negara sangat bergantung pada PNBP SDA yang sangat rentan dengan volatilitas global. Bukti nyatanya adalah pada tahun 2019 PNBP SDA mengalami penurunan hingga Rp26 Triliun, resiko seperti ini yang perlu diantisipasi oleh Pemerintah. Di Masa datang, perlu ada trobosan radikal agar BUMN dapat mengambil peran penting untuk mendorong penerimaan PNBP nasional", urai Nevi.

Politisi PKS ini melanjutkan, Optimalisasi penerimaan Negara dari Dividen BUMN ini sangat penting untuk segera dikerjakan dan di realisasi. Mengingat Negara juga telah optimal dalam memberikan pembiayaan Investasi kepada BUMN lewat Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN. Realisasi penyaluran PMN untuk BUMN tahun 2019 sebesar Rp17,8 triliun. Ini artinya realisasi 100% dari APBN 2019, dan meningkat pesat dibanding tahun 2018 dimana PMN untuk BUMN hanya sebesar Rp3,6 triliun. Peningkatan PMN untuk BUMN tahun 2019 sebesar Rp14,2 triliun atau 394% dibanding tahun 2018, seharusnya diiringi dengan makin optimalnya penerimaan Negara dari Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) yang termasuk didalamnya adalah pendapatan bagian laba BUMN.

Baca Juga

Nevi menyarankan kepada pemerintah, agar BUMN menentukan fokus utama pengembangan usaha yang memberikan pelayanan sekaligus kemakmuran kepada masyarakat, juga mampu memberikan deviden signifikan kepada negara. Anggota Fraksi PKS ini menyebut bahwa Sektor Strategis Energi, Pangan dan Kesehatan Harus Serius Dikembangkan.

Legislator asal Sumatera Barat II ini memberikan alasan kenapa tiga sektor energi, pangan dan kesehatan ini begitu penting, karena bila salah satu terganggu sektor ini, akan menjadi bencana berkepanjangan bagi kehidupan manusia. Ketika krisis kesehatan yang sampai hari ini terjadi, secara spontan tidak pakai lama semua sektor terganggu dari mulai kesehataan itu sendiri hingga merambat ke sektor ekonomi yang mempengaruhi seluruh ummat manusia. Begitupun sektor energi dan pangan, Nevi meyakini ketika terjadi krisis akan mengguncang segala macam sektor.

Penguatan Sektor strategis ini diminta Nevi seusai RAKER KOMISI VI dengan Menteri BUMN tentang LKPP 2019 dan Realisasi Anggaran Tahun 2020. Khusus di bidang kesehatan, ia menyinggung persoalan vaksin sinovac.

"Seharusnya vaksin corona ini negara kita yang menciptakan untuk masyarakat kita sendiri. Potensinya ada karena infrastruktur laboratorium kita juga sudah memadai. Diujinya pada masyarakat kita sendiri dengan kesesuaian karakter dan lingkungan masyarakat Indonesia", katanya.

Nevi mengkahwatirkan, bahwa Vaksin yang akan di uji coba di Indonesia tidak cocok karena ada perbedaan karakter orang dan lingkungan negara yang berbeda. Selain itu, ada durasi waktu yang panjang dari pembuatan hingga proses vaksin akibat proses pengiriman dan distribusi. Padahal bila BUMN mampu memanfaatkan anak bangsa dan semua laboratorium serta kampus seluruh Indonesia untuk menemukan vaksin akan lebih baik memperkuat ketahanan kesehatan kita. Produksi vaksin dalam negeri akan menekan biaya sehingga terjangkau masyarakat luas. Bahkan bila perlu diberikan gratis pada masyarakat tidak mampu.

"Kedepannya, BUMN harus memanfaatkan anak bangsa dalam memperkuat sektor strategis. Termasuk kesehatan, Indonesia harus mampu menhadapi ancaman pandemi yang sewaktu-waktu muncul kembali dalam bentuk yang sama ataupun berbeda", tutup Nevi Zuairina. (*/nz/mel)

Editor: BiNews

Komentar

Berita Terbaru