Ombudsman : Pemenuhan Daya Tampung Tetap Harus Sesuai Aturan

  • Cetak

PADANG, binews.id -- Mengenai rencana Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumbar akan menambah daya tampung siswa sampai 40 siswa per lokal, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumbar mengingatkan agar pemenuhan daya tampung itu harus dipertimbangkan dengan matang dan sesuai dengan aturan yang ada.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani, didampingi Kepala Kepala Keasistenan, Adel Wahidi, mengatakan, diantaranya memastikan pelaksanaan tetap menggunakan sistem online dan berdasarkan zonasi, prestasi, afirmasi, dan kepindahan orang tua. Terkait zonasi Ombudsman menyarankan agar pemerintah tidak lagi mengeluarkan SKD, tapi berbasis KK saja.

"Kebijakan penambahan ini juga harus mempertimbangkan kecukupan siswa bagi sekolah swasta. Jangan sampai sekolah swasta yang selama ini turut menopang pendidikan kekurangan siswa," katanya.

Baca Juga

Sampai sekarang, kata Yefri Heriani, usulan penambahan daya tampung atau kebijakan itu belum ada dasarnya. Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Dan Menengah mengatur jumlah maksimum peserta didik untuk SMA per rombongan belajar maksimal 36 siswa.

"Karena itu hemat kami, sebelum dijalankan pemenuhan daya tampung maksimal sampai 40 siswa per lokal itu, mesti betul-betul mendapat izin resmi dari Kemendikbud," katanya.

Jika tidak, pihaknya khawatir, nanti akan timbul masalah baru, soal inputan data Dapodik, siswa tidak akan mendapatkan Nomor Induk Siswa (NIS), tidak dapat dana BOS, siswa tidak akan terdaftar, atau dianggap ilegal. "Meskipun nanti disetujui, maka kami sarankan dalam pengisian atau pemenuhan daya tampung, tetap merujuk kepada Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB," ujarnya.

Lanjutnya, Pasal 11 Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB menyebutkan bahwa pendaftaran PPDB dibagi menjadi empat jalur, yakni jalur zonasi minimal 50 persen dari daya tampung sekolah, jalur afirmasi bagi calon siswa yang tidak mampu minimal 15 persen, jalur perpindahan tugas orang tua maksimal 5 persen, dan jalur prestasi paling banyak 30 persen.

Dan tentu saja tetap memenuhi prinsip transparan dan akuntabel. Sebagaimana telah diterapkan sejak awal. Pemenuhan daya tampung yang sangat memungkinkan adalah melalui jalur zonasi dan afirmasi, karena kuota zonasi dan afirmasi lebih fleksibel, zonasi bisa lebih dari 50 persen dari daya tampung.

"Jadi, tidak harus semua sekolah zonasi mesti 50 persen, untuk daerah-daerah yang dianggap blank zone, kekurangan sekolah, zonasi bisa lebih dari 50 persen. Demikian juga dengan afirmasi, masyarakat yang tidak mampu harus diprioritaskan di sekolah negeri, karena biaya lebih murah," katanya.

Selain itu, mengenai adanya indikasi penggunaan Surat Keterangan Domisili (SKD) palsu, pada sekolah-sekolah yang dianggap unggul, Ombudsman setuju, Disdikprov membuat tim khusus untuk memverfikasi ulang semua SKD itu.

Jika terbukti, maka sesuai sesuai dengan Pasal 39, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB juncto Pasal 60 Nomor 40 Tahun 2020 tentang Tata Cara dan Persyaratan PPDB Pada SMAN, SMKN dan SLBN dan Sekolah Berasrama Negeri, maka terhadap pelanggaran tersebut diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.

"Sanksi administratif yang pas, terutama untuk calon siswa, bukan dikeluarkan, namun bahasa yang pas adalah dipindahkan ke zonanya. Selanjutnya, untuk orang tua/wali, berdasarkan ketentuan perundang-undangan, bagi yang memalsukan surat keterangan domisili bisa dikenakan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen, dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara. Silahkan diproses secara hukum. Kita juga butuh, pembelajaran dan perbaikan di masa yang akan datang," katanya. (rls/melba)

Editor: BiNews

Komentar

Berita Terbaru