PADANG, binews.id -- Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Musfi Yendra, diduga melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi (Perki) karena rangkap jabatan. Saat mendaftar sebagai calon komisioner KI Sumbar, Musfi telah menandatangani pakta integritas yang menyatakan siap bekerja penuh waktu di KI. Namun, Musfi Yendra membantah tuduhan tersebut.
Berdasarkan situs web unespadang.ac.id, Musfi Yendra tercatat sebagai dosen tetap aktif di Universitas Eka Sakti (Unes) Padang. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Komisi Informasi yang melarang rangkap jabatan.
Pakar Keterbukaan Informasi Publik dan Ketua Jaringan Pemred Sumbar (JPS) Adrian Tuswandi mengaku terkejut dengan temuan Pokja Pengawal Integritas Lembaga Publik JPS. Ia menegaskan bahwa Musfi Yendra sebagai Komisioner KI Sumbar tidak melepas jabatannya sebagai dosen.
Baca Juga
- Transparan dan Terbuka, KI Sumbar Apresiasi Bawaslu Padang Pariaman
- KI Sumbar Apresiasi Semangat Pemko Padang Bentuk Komisi Informasi
- BPI Sumbar Mencabut Permohonan Sengketa Informasi Publik dengan SMK N 5 Padang
- Perkuat Edukasi Keterbukaan Informasi Publik 2025, KI Sumbar, Kominfotik dan PJKIP Gelar Silaturahmi
- Hasil Monev KI Sumbar 2024: 29 Badan Publik Informatif, 172 Tidak Informatif
"Ini jelas melanggar aturan UU dan Perki. Sebagai hukum positif yang sudah disahkan negara, semua orang tahu aturan tersebut," ujar Adrian Tuswandi, mantan Komisioner KI Sumbar, periode 2014-2023.
JPS juga menemukan unggahan di Facebook tertanggal 8 Juni, di mana Musfi Yendra mengunggah foto dengan keterangan: "Ujian komprehensif. Pengujian lengkap seorang mahasiswa dalam meraih gelar sarjana. Semoga bermanfaat dan barokah ilmunya, mahasiswa/i kami. Aamiin." Unggahan ini menggunakan latar spanduk berlogo Unes.
Menurut Adrian Tuswandi, berdasarkan Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetapan Anggota Komisi Informasi, Pasal 9 huruf F menyatakan bahwa anggota KI harus melepaskan keanggotaan dan jabatannya di Badan Publik jika diangkat menjadi Anggota Komisi Informasi. Pasal 9 huruf G menyatakan bahwa anggota KI harus bekerja penuh waktu dengan pernyataan di atas materai Rp10.000 mengenai kesiapan mundur dan bekerja penuh waktu.
Adrian Tuswandi menambahkan bahwa Musfi Yendra diduga melanggar dua hal: tidak melepaskan pekerjaannya sebagai dosen dan tidak bekerja penuh waktu karena mengajar di Universitas Eka Sakti. "Musfi Yendra juga sebagai majelis komisioner yang memutus sengketa informasi publik. Bagaimana jika orang yang melanggar Perki lembaganya sendiri memutus sengketa yang berujung pada adjudikasi non-litigasi?" ujar Adrian.
Adrian mengapresiasi Ahmad Lahmi yang memilih untuk mundur dari jabatan Wakil Rektor untuk menjaga marwah lembaga KI. "Ahmad Lahmi memilih menjadi Wakil Rektor dan mundur sebagai komisioner KI demi menjaga marwah lembaga," tutup Adrian.
Terkait rangkap jabatan Ketua KI Sumbar, Penasehat Forum Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (FJKIP) Sumbar, Novrianto, berharap Musfi Yendra memberikan penjelasan kepada publik untuk menjaga integritas lembaga ini. "Musfi Yendra harus memberikan penjelasan ke publik terkait temuan JPS ini. Marwah lembaga KI harus tetap dijaga. Kalau memang salah, konsekuensinya harus mundur," ungkap Novrianto.
Ketua KI Sumbar Musfi Yendra mengakui bahwa dirinya mengajar di Universitas Eka Sakti. Namun, ia menegaskan bahwa ia hanya mengajar di luar jam kerja di KI Sumbar dan tidak memiliki jabatan struktural di kampus tersebut. "Saya mengajar di luar jam kerja KI Sumbar untuk mengabdikan diri dan membagi ilmu untuk anak bangsa," kata Musfi Yendra, Senin (29/7/2024).
Musfi Yendra menyatakan bahwa tidak ada Perki yang dilanggar ketika ia mengajar. "Ketua KI Pusat juga dosen di berbagai kampus di Jakarta dan membagi ilmu di bidang keterbukaan informasi. Bahkan saat ini Ketua KI Pusat sedang mengurus gelar profesor," jelas Musfi.
Mengenai unggahan di Facebook saat menguji mahasiswa, Musfi mengatakan bahwa kegiatan ujian komprehensif tersebut dilakukan pada hari Sabtu, di luar jam kerja sebagai Komisioner Komisi Informasi. Ia juga menyatakan bahwa kasusnya berbeda dengan Ahmad Lahmi yang mundur karena memiliki jabatan struktural sebagai Wakil Rektor III di kampusnya.
"Saya tidak memiliki jabatan struktural apa pun, hanya mengajar di luar jam kerja untuk membagi ilmu kepada generasi muda dan hal itu tidak pernah saya sembunyikan," tutur Musfi Yendra.
"Waktu seleksi di Pansel, saya juga sudah dijelaskan saya dosen biasa, tidak ada jabatan struktural di kampus. Saat uji kelayakan dan kepatutan di DPRD semua anggota Komisi 1 juga tahu latar belakang saya dosen. Jadi, tidak ada sama sekali kebohongan publik apapun. publik juga tahu saya sebagai dosen," katanya. (bi/rel/mel)
Komentar