Ribut Soal Pemecatan Imam Masjid Raya Sumbar, Anggota Komisi V Hidayat: Masjid Raya Sumbar Harus Bersih dari Simbol Partai Politik

  • Cetak

PADANG, binews.id -- Masjid Raya Sumbar mesti bersih dan terbebas dari simbol simbol partai politik tertentu. Masjid sekelas Masjid Raya tingkat Provinsi, tidak patut dan tidak pantas diurus oleh kader partai politik, demi untuk terjaganya kemurnian dan kenyamanan fungsi Masjid bagi semua lapisan umat.

Demikian ditegaskan Hidayat, Anggota Komisi V DPRD Sumbar terkait terungkapnya pengurus Masjid Raya Sumbar ternyata kader partai politik tertentu pascapemecatan Imam MRSB.

"Mengangkat pengurus dari kader Partai Politik berpotensi mencederai azaz kepatutan dan kepantasan fungsi rumah ibadah yang selama ini konstitusi menjaganya agar tidak dimanfaatkan untuk tujuan politik. Kader partai politik itu merupakan simbol partai," tegas Ketua Fraksi Gerindra ini.

Baca Juga

Pengelolaan MRSB tidak bisa disamakan dengan masjid masjid lain yang dibangun oleh masyarakat dan pengurusnya dipilih secara musyawarah oleh jamaah.

MRSB statusnya adalah masjid milik Pemprov yang dibangun dari dana APBD dan sebagian hasil bantuan pihak lain. Pengurusnya di SK oleh Gubernur dan hingga tahun anggaran 2023 ini, operasionalnya masih dibiayai APBD, bahkan di tahun ini terdapat anggaran rehab masjid lebih kurang Rp10 miliar.

"MRSB ini diketuai Sekdaprov Sumbar dan koordinasi administrasinya berada di Biro Kesra Pemprov Sumbar. Namun, sangat disayangkan Gubernur Mahyeldi yang juga menjabat Ketua DPW PKS Sumbar ini malah mengangkat kader partai jadi sekretaris pengurus MRSB," kata Anggota Komisi V DPRD Sumbar yang mitra kerjanya adalah Biro Kesra.

Dulu, semasa Gubernur Irwan Prayitno sudah ada kesepakatan lisan dengan DPRD soal pengelolaan MRSB yang modern. "Saya menyebut pengelolaan Masjid Raya Sumbar bercitarasa Haram dan Nabawi," tukasnya.

Terkait diangkatnya Sekretaris Masjid yang juga kader partai politik merupakan simbol politik tertentu yang berpotensi mencederai kenyamanan dan kemurnian fungsi masjid.

"Sebaiknya Masjid pemerintah tidak diurus oleh kader partai politik. Kini terbukti, ada problem antara pengurus dan jamaah soal pemecatan Imam Masjid. Sebab kata Hidayat, aktivitas Masjid mesti bersih dari simbol simbol partai, mengangkat kader partai jadi pengurus ini di MRSB merupakan simbol politik, jangankan di Masjid, di institusi pendidikan saja idealnya tak dibenarkan oleh konstitusi.

Saya berharap Gubernur segera mengganti pengurus MRSB. Mestinya yang jadi pengurus berdasarkan hasil seleksi terbuka yang dilaksanakan pansel secara independen dan objektif," tanya Hidayat.

Selaku Anggota DPRD, saya minta Sdr Gubernur untuk mengganti pengurus sekarang ini dan melakukan seleksi terbuka untuk menentukan pengurus selanjutnya. Rasanya, banyak tokoh tokoh yang lebih mumpuni untuk mengurus MRSB ini.

"Pengurus MRSB harus bersih dari orang Partai politik, karena tugasnya melayani jamaah yang beragam pilihan politiknya. Jangan keruhkan kemurnian fungsi MRSB dengan menempatkan kader partai di kepengurusan," tegas Hidayat.

"MRSB Bercitarasa Haram dan Nabawi"

Hidayat juga menguraikan konsep pengelolaan MRSB "bercitarasa Haram dan Nabawi,". Tentu faktualnya tidaklah seperti Masjidil Haram dan Nabawi yang berada di Madinah dan Mekkah tersebut. Namun, spiritnya pengelolaanya yang dimaksudkan. Kualitas manajemen pengelolaan masjid yang modern dan profesional tentunya.

Kira kira seperti apa gambaran umum Masjid Raya Sumbar "bercitarasa Haram dan Nabawi?

Pertama, MRSB mesti memiliki Imam Besar yang ditentukan dari proses seleksi dan/atau musyawarah komponen utama di Ranah ABS SBK ini. Seorang Imam Besar yang berwibawa karena ilmu dan akhlaknya, disegani, dihormati dan tempat bertanya. Imam imam yang fasih tahfiz dan merdu suaranya, laksana kita sedang sholat di Masjid Nabawi atau Haram. Imam yang dihargai minimal Rp25 juta per bulan sebagai wujud penghargaan kepada ulama.

Kemudian, kondisi Masjid yang aman, nyaman dan bersih serta semua fasilitas pelayanan umat yang terjaga dan berfungsi. Memiliki jadwal pengajian setiap waktu yang disesuaikan, dengan pola presentasi modern (infocus) dan jamaah langsung bertanya (direct question) kepada ustaZnya tentang problem kehidupan. Intinya; apapun kegelisahan yang dialami umat, obatnya ada di MRS.

Lalu, ada pendidikan Al Quran (TPA) oleh ustad ustad yang membina maksimal 15 orang yang duduk berkeliling di dalam Masjid secara gratis. Ada pojok pustaka berisikan bacaan bacaan bernuansa Islami. Bahkan ada fasilitas olahraga seperti basket atau futsal tempat jamaah/siswa pulang sekolah bermain, fasilitas taman yang apik dan bermain keluarga (namun, saat azan semua aktivitas wajib berhenti untuk sholat berjamaah).

Selanjutnya, Ada tenan tenan yang khusus menjual perlengkapan ibadah maupun cinderamata produksi UMKM sendiri. Pelayanan pengurus yang memberikan ruang tambahan amal kepada jamaah melalui sedekah sedekah. (Misalnya, Pak pengurus, besok saya sedekah 10 karton air mineral utk dibagikan gratis kepada jamaah ya)

Kemudian untuk Jangka menengah, memiliki studio mini yang memutar film film pendek sejarah/tokoh perjuangan Islam (masuk wisata religius) yang bakal ditonton jamaah atau siswa siswa dari luar kota. Lalu, fasilitas kuliner yang terstandarisasi, halalan dan toyyiban yang dikelola dengan memperhatikan estetika.

Bisakah, menurut saya sangat bisa bila; pengurusnya MRSB direkrut melalui mekanisme terbuka yang diseleksi panitia seleksi secara objektif sesuai kebutuhan, dan tentunya bukan anggota Partai Politik. Kemudian, pengurus tidak mesti ulama semuanya, juga diurus oleh orang orang yang paham, akuntansi, paham tata rias taman, interior dan eksterior, paham media, ahli hukum misalnya.

Lantas, bagaimana anggarannya, jika transparansi berjalan bakal banyak orang yang mau berinfak, baik dari jamaah maupun perorangan bahkan dari perantau mesti mau juga. Namun jima kurang juga, APBD bisa dialirkan ke MRSB.

"Jika untuk membiayai dan memfasilitasi upaya upaya memakmurkan masjid kenapa tidak," tutup Hidayat.

Editor: BiNews

Komentar

Berita Terbaru